Dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH seorang dokter, epidemiolog, dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia mengimbau masyarakat yang sudah menerima suntikan vaksin AstraZeneca untuk tidak khawatir.
Imbauan tersebut keluar seiring beredarnya kabar bahwa perusahaan farmasi AstraZeneca telah mengakui dalam dokumen pengadilan bahwa vaksinnya bisa memicu efek samping langka TTS.
Thrombosis with thrombocytopenia syndrome atau TTS adalah masalah kesehatan yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta jumlah trombosit darah rendah.
TTS ini terjadi ketika ada pembekuan darah yang tidak biasa, (disebut) trombosis, disertai dengan penurunan jumlah trombosit atau disebut dengan trombositopenia.
Kasus pertama efek langka vaksin AstraZeneca (AZ) ini diajukan pada 2023 oleh keluarga Jamie Scott, pria yang meninggal setelah mengalami cedera otak permanen karena pembekuan darah dan pendarahan di otak usai menerima vaksin pada April 2021.
AstraZeneca menentang klaim tersebut. Namun, dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi di Inggris pada Februari lalu, perusahaan farmasi ini menyebut vaksinnya dapat menyebabkan TTS.
"Diakui bahwa vaksin AZ, dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan TTS. Mekanisme alasannya tidak diketahui," tulis AstraZeneca, dikutip dari The Telegraph, Minggu (28/4/2024).
"Lebih jauh lagi, TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apa pun). Penyebab dalam setiap kasus individu akan bergantung pada bukti ahli," lanjutnya.
Namun resiko efek samping langka vaksin AstraZeneca mengecil jika orang yang menerima vaksin AstraZeneca semakin mengecil seiring penambahan dosis suntikan. Tambah Dicky.
Menurutnya, risiko efek samping langka tersebut pada dosis pertama AstraZeneca sekitar 8,1 kasus per 1 juta penerima vaksin. Setelah suntikan dosis kedua, angka risiko menurun menjadi 2,3 kasus per 1 juta penerima vaksin AstraZeneca. Masyarakat yang sempat menerima dosis jenis vaksin ini juga tak perlu khawatir karena risiko efek samping langka akan menurun seiring berjalannya waktu.
Meskipun risikonya tidak nol, tapi sudah sangat jauh menurun. Namun, ini harus terus dipantau dan dievaluasi," tutur Dicky. Selain itu, vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama University of Oxford itu juga lebih banyak membawa manfaat dibanding risiko bagi masyarakat.
Hal tersebut membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) merekomendasikan penggunaan vaksin AstraZeneca.
Untungnya, seiring waktu, pemahaman TTS menjadi jauh lebih baik sehingga pemahaman dan mekanisme risiko setelah vaksinasi AstraZeneca juga kian meningkat. "Ini bisa membantu pengenalan gejala secara cepat dan dini, serta diagnosis dan manajemen yang jauh lebih efektif," tuturnya.
Belum ada laporan kasus di Indonesia Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, belum ada laporan kasus TTS sebagai KIPI atau (kejadian ikutan pasca-imunisasi ) yang meeupakan gejala-gejala yang muncul setelah seseorang melakukan imunisasi atau vaksinasi.