Manusia Pernah Hampir Punah dan Dunia Hampir Tak Pernah Ada
Sulit dibayangkan, tapi kenyataannya manusia modern (Homo sapiens) pernah berada di ujung kepunahan. Sekitar 70.000 tahun lalu, bumi menyaksikan masa paling kelam dalam sejarah umat manusia.
Menurut penelitian genetik, populasi manusia saat itu menyusut drastis, hingga hanya tersisa sekitar 1.000 hingga 10.000 individu saja jumlah yang tak lebih banyak dari satu kota kecil.
Bandingkan dengan populasi saat ini yang mencapai lebih dari 8 miliar jiwa. Seluruh umat manusia modern yang kita lihat hari ini, kemungkinan besar adalah keturunan dari sekelompok kecil penyintas masa lalu.
Tragedi Dahsyat dari Nusantara Letusan Supervulkan Toba
Para ilmuwan menduga bahwa penyebab utama peristiwa ini adalah letusan supervulkan Toba yang terjadi di Sumatera, Indonesia.
Letusan ini bukan sembarang bencana alam melainkan salah satu ledakan gunung berapi terbesar sepanjang sejarah Bumi.
Bayangkan saja, lebih dari 2.800 km³ abu vulkanik terlontar ke atmosfer, menutupi langit di sebagian besar wilayah Bumi. Sinar matahari terhalang, suhu global turun beberapa derajat, dan dunia memasuki era yang dikenal sebagai “musim dingin vulkanik.”
Tanaman gagal tumbuh. Hewan-hewannya mati kelaparan. Dan manusia purba berjuang mati-matian untuk sekadar bertahan hidup.
Bagi sebagian besar populasi saat itu, perjuangan itu gagal. Namun di beberapa wilayah terutama di kawasan tropis Afrika Timur ada kelompok kecil manusia yang mampu bertahan karena masih memiliki sumber daya alam yang cukup. Dari merekalah, seluruh manusia modern berakar.
Jejaknya Masih Tersimpan dalam DNA Kita
Dari studi genetika modern, ilmuwan menemukan bukti yang disebut “bottleneck genetik” istilah yang menggambarkan penurunan tajam variasi genetik karena populasi yang sangat sedikit di masa lalu.
Dengan kata lain, kita semua adalah keluarga besar yang sama, keturunan dari satu kelompok kecil penyintas purba yang berhasil melewati bencana global tersebut.
Renungan Seberapa Rapuh Eksistensi Kita?
Bayangkan sejenaknjika para leluhur kita saat itu gagal bertahan, maka tidak akan pernah ada peradaban, bahasa, musik, teknologi bahkan kita pun tidak akan pernah ada.
Peristiwa itu adalah pengingat keras bahwa keberadaan manusia di Bumi ini begitu rapuh.
Namun di balik rapuhnya itu, ada kekuatan luar biasa yang membuat kita bertahan kemampuan untuk beradaptasi.
“Manusia bertahan bukan karena kuat, tapi karena mampu beradaptasi.”
Dan mungkin, itulah alasan mengapa kita masih ada hingga hari ini menulis, membaca, dan terus belajar dari kisah panjang perjuangan nenek moyang kita.

Post a Comment